Jumat, 19 Desember 2014

Bamus Betawi

Bamus Betawi

Bamus Betawi “wajib” Punya Media Betawi Sebagai Wadah Informasi Kebetawian Setelah melaksanakan Rapat Kerja, beragam kegiatan diselenggarakan Bamus Betawi dalam rangka kaderisasi masa depan. Sebagaimana pada Jum’at, 19 Desember 2014 di Hotel Maharaja, Kapten Tendean, Mampang Jakarta Selatan, Bamus Betawi melaksanakan kegiatan Pelatihan Jurnalistik Bagi Pemuda/i Bamus Betawi yang dipandu oleh para narasumber berkompeten dibidangnya, seperti Bang Beki Mardhani (SCTV), Bang Kamsul Hasan (PWI DKI), Bang Ade Alawi (Media Indonesia), Bang Ismar Patrizki (LKBN Antara). Dalam paparannya Bang Beki Mardhani (SCTV) mengatakan kini dapat kita ketahui bersama bahwa begitu marak berita seputar kebetawian yang tak berpihak, terkesan Betawi “terbelakang” dan “bodoh” menurut pemberitaan media selama ini. Padahal kalau mau berkata jujur, realitasnya sangat bertolak belakang pada kenyataan dilapangan. “Dengan kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa media menjadi sebuah kekuatan/power. Oleh karena itu, sangat urgen sifatnya bahwa Betawi “wajib” mempunyai media Betawi untuk wadah informasi tentang kebetawian yang sebagaimana mestinya,” ungkapnya. Dikesempatan yang sama Bang Kamsul Hasan (PWI DKI) menjelaskan dalam paparannya bahwa Pers berfungsi sebagai informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. “Selain itu juga Pers dibatasi oleh kode etik jurnalistik yang harus bersifat netral, profesiaonal, informasi teruji, jujur, dan bersifat perlindungan,” jelasnya. Ade Alawi (Media Indonesia) menegaskan dalam paparannya bahwa wartawan tidak mati angin atau dapat dikatakan wartawan banyak akalnya dalam mencari alternatif narasumber yang menjadi fokus berita. “Tentunya dalam wawancara, wartawan dibekali oleh kode etik jurnalistik dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya. Ismar Patrizki (LKBN Antara) mengingatkan bahwa kita juga sebagai wartawan, khususnya wartawan foto harus mencermati UU Hak Cipta. Jangan sampai menggunakan foto orang lain tanpa ijin dan mencantumkan nama pemotretnya. “Dan yang boleh dibilang penting bahwa card rider harus selalu bersih dengan langsung memfilekan foto-foto yang telah selesai di potret,” tambahnya. (ziz)

Bamus Betawi

Bamus Betawi Persiapkan Jurnalis Handal Masa Depan “Ambil dan carilah sumber ilmu pengetahuan walau dari mana pun sumbernya” demikianlah penggalan hadist Nabi Muhammad SAW mengawali kata sambutan Bang Haji Firdaus Turmudzi, panitia pelaksana kegiatan Pelatihan Jurnalistik Media Elektronik & Cetak 2014, Bamus Betawi, yang mengambil tema "Dengan Pelatihan Jurnalistik Mengangkat Kaum Betawi Pada Era Globalisasi Informasi" pada Jum’at, 19 Desember 2014, di Hotel Maharaja, Kapten Tendean, Mampang, Jakarta Selatan. Dijelaskannya bahwa peserta pelatihan adalah rekomendasi dari Ormas pendukung Bamus Betawi. Kehadiran peserta ini tidak main-main, karena setelah pelatihan nanti akan di buat media sosial Bamus Betawi. “Dimana peserta semuanya nanti, menjadi wartawannya,” jelasnya. Menurutnya kalau ilmu itu ibarat binatang buruan, maka tulisan itulah yang akan menjadi ikatannya. Peserta harus serius untuk mengikuti pelatihan, agar nanti dapat menyerap ilmu dari para narasumber yang juga putra Betawi dan berkompeten dibidangnya, diantaranya Bang Beki Mardhani (SCTV), Bang Kamsul Hasan (PWI DKI), Bang Ade Alawi (Media Indonesia), Bang Ismar Patrizki (LKBN Antara). “Dengan demikian diharapkan semua peserta bisa menjadi wartawan handal kedepannya,” tegasnya. Dikesempatan yang sama sebelum membuka secara resmi kegiatan ini, Bang Haji Zaelani, Wakil Ketua Bamus Betawi mengatakan bahwa bangsa Betawi adalah bangsa yang besar, maka janganlah kita merasa kecil. Insya Allah kita akan mempunyai media elektronik maupun cetak. “Maka dari itu kita harus siapkan wartawan handal dengan memberikan bekal berbagai pelatihan-pelatihan jurnalistik,” tandasnya. Ditambahkannya bahwa kita berlatih untuk Betawi, dan ketika mahir kita akan curahkan semua ilmu untuk Betawi. Khusus untuk pelatihan ini nantinya akan melahirkan wartawan Betawi yang bermanfaat untuk Betawi. Kedepan media Betawi nanti akan bermanfaat bagi kemajuan Betawi. “Dan Betawi benar-benar menjadi tuan rumah ditanahnya sendiri,” imbuhnya dan sekaligus menyematkan perlengkapan peserta secara simbolik kepada Neng Awaliah dan Bang Maman Ali yang dilanjutkan dengan pembacaan doa penutup oleh Bang Haji Syaiful Amri. (ziz)

Rabu, 17 Desember 2014

Bamus Betawi

Catatan Sarasehan Pengembangan Koperasi BAMUS Betawi Hari ini tanggal 17 Desember 2014 hampir empat tahun lembaga khusus atau lembaga otonom Bamus Betawi berdiri. Badan Pengurus yang diberi amanat untuk menyelenggarakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan usaha anggota telah melaksanakan tugas dan kewajibannya. Begitu pula Badan Pengawas telah melaksanakan tugas dan kewajibannya. Selama masa itu, tentu telah ada tugas dan kewajiban yang telah dilaksanakannya serta masih banyak yang belum ditindak lanjutinya sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkannya. Untuk mengevaluasi kinerja Badan Pengurus dan Badan Pengawasselama masa kerja penyelenggaraan tugas dan kewajiban itu dan untuk menyusun rencana kerja untuk tahun yang akan datang dipandang perlu untuk menyelenggarakan kegiatan Sarasehan Pengembangan Koperasi Bamus Betawi. Sarasehan ini diikuti oleh 200 orang peserta yang terdiri dari : A. 25 Badan Pengurus, Badan Pengawas, dan Pendiri Koperasi. B. 60 Anggota Koperasi. C. 98 Pimpinan Organisasi Anggota Bamus Betawi. D. 17 Sesepuh dan Tokoh Bamus Betawi. Sarasehan ini diselenggarakan pada Rabu, 17 Desember 2014, di Hotel Caesar, Jalan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Dan seluruh kegiatan ini dibebankan pada Anggaran Program dan Kegiatan Tahun 2014 Bamus Betawi yang bersumber dari Dana Hibah APBD Tahun 2014 Provinsi DKI Jakarta. (bek/ziz)

Sabtu, 06 Desember 2014

Bamus Betawi

Bamus Betawi

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang perundang-undangan bagi pengurus Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pendukungnya, Badan Musyawarah (Bamus) Betawi menyelenggarakan kegiatan “Sosialisasi Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan” pada Sabtu, 6 Desember 2014 di Hotel Mega Anggrek, Pal Merah, Jakarta Barat. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Indro Baskoro (Kemendagri), H. Darwis (Kesbangpol DKI), Harmino (Polda Metro Jaya), Pengurus Bamus Betawi, serta Pengurus Ormas pendukung Bamus Betawi. Dan kegiatan ini dibuka langsung oleh H. Zainuddin, MH, SE, Wakil Ketua Umum Bamus Betawi. Didalam kata sambutannya, H. Zainuddin, MH, SE yang biasa disapa Bang Haji Oding mengatakan bahwa kegiatan ini adalah untuk memperkaya pengetahuan para peserta tentang organisasi menurut perundang-undangan yang berlaku dalam menata organisasi kedepan untuk kota Jakarta. “Artinya bahwa orang Betawi mempunyai semangat dalam berkumpul dan berkelompok yang menghidupkan ruh Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan,” ungkapnya. Lebih lanjut, Bang Haji Oding mengajak kepada seluruh peserta untuk dapat menyatukan visi dan misi dalam membangun kota Jakarta. Bamus Betawi harus bersatu memajukan masyarakat Betawi kedepan. “Kita harus konsentrasi dalam membangun kota Jakarta dengan langkah yang harus disatukan untuk melakukan sesuatu lebih baik,” jelasnya. Organisasi Bamus Betawi harus tertata dengan baik dalam segala bidang, termasuk menertibkan Ormas-Ormas yang mendukung Bamus Betawi. Kalau hal ini semua dapat dikelola dengan baik, Insya Allah kita bisa jaya. “Harkat dan martabat “marwah” Betawi dapat terjaga dan terpelihara sesuai dengan apa yang kita cita-citakan bersama,” tambahnya. (bek/ziz)

Bamus Betawi

“Semoga kegiatan ini dapat memicu kita semua untuk membangun peradaban di tanah Betawi,” ujar Anas Ma’ruf selaku panitia Bamus Betawi disela kata sambutannya pada kegiatan “Sosialisasi Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Sabtu, 6 Desember 2014 di Aditorium Hotel Mega Anggrek, Pal Merah, Jakarta Barat. Dijelaskannya bahwa yang melatarbelakangi diselenggarakannya kegiatan ini adalah terus melanjutkan peran Badan Musyawarah Betawi (Bamus Betawi) untuk beradaptasi dengan kegiatan-kegiatan rutinnya ditengah-tengah masyarakat, khususnya mengenai perubahan perundang-undangan Keormasan. “Kita harus komitmen terhadap visi dan misi yang terkandung didalam perundang-undangan Ormas tersebut,” jelasnya. Bamus Betawi disini dituntut untuk menata ulang roda organisasi berikut dengan memverifikasi Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pendukungnya. Atas dasar itulah diharapkan Bamus Betawi kedepan akan semakin kuat dalam berorganisasi. “Dan juga menumbuhkembangkan pemahaman-pemahaman pengurus beserta anggota Bamus betawi dan Ormas pendukungnya dalam tata kelola keorganisasian,” tandasnya. Menurutnya manfaat yang diterima dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan peserta tentang tata kelola organisasi, akan semakin baik. Dalam konteks itulah manfaat perundang-undangan tersebut dapat diterima. “Diharapkan para peserta dapat mengambil manfaat untuk bisa segera dipraktekkan ditengah-tengah masyarakat,” imbuhnya. (bek/ziz)

Senin, 10 November 2014

Topeng Blantek Tangsel Asset Seni Budaya Nasional



Dalam seni pertunjukan rakyat, topeng atau kedok adalah alat penutup seluruh atau sebagian muka untuk merubah penampilan pelaku, agar dapat dianggap sesuai dengan yang diperankan. Seni pertunjukan topeng di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek) sudah biasa diselenggarakan pada masa sebelum agama Islam tersebar.

Hal itu terbukti dari informasi yang terdapat dalam naskah Sanghiyang Kanda(ng) Karesian Bertitimangsa 1440 Saka atau 1518 Masehi. Naskah tersebut ditemukan di Kebantenan, sekarang termasuk Kelurahan Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat. Data tertulis kemudian adalah karya Hardouin dan Ritter yang terbit pada tahun 1854 di Leiden, Belanda.

Sebagaimana dikemukakan dalam buku tersebut, tidak jauh berbeda dengan yang biasa kita lihat dalam pertunjukan topeng di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek) dewasa ini.

“Sebagaimana Topeng Blantek, teater tradisional Betawi ini merupakan asset dasar budaya nasional. Oleh karena itu kita tidak dapat berpaling dari kenyataan peradaban dunia bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki budaya tinggi,” kata Sabrawi, Pimpinan Topeng Blantek Tangerang Selatan, saat ditemui di tempat latihannya Kampung Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.

Sejak tahun 2000, telah banyak kegiatan yang diselenggarakan oleh Topeng Blantek pimpinan Sabrawi ini, khususnya bertujuan untuk membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan seni budaya tradisional diwilayah Tangerang Selatan. Diantara kegiatannya adalah latihan rutin seni budaya tradisional (musik, tari, sastra, teater, seni rupa) tiap hari Minggu.

“Telah banyak karya lakon yang dipentaskan, diantaranya lakon Jantuk Pengen Jadi Gubernur (event HUT Tangsel Pos), lakon Jampang Pengen Jadi Gubernur (Topeng Blantek 267 Junior, pada event Apresiasi Seni Pertunjukan Bagi Pelajar), Palang Pintu dan Silat Beksi (event HUT Provinsi Banten), lakon Perkawinan (event HUT Provinsi Banten),” ungkap lelaki berkumis tebal ini dengan penuh semangat..

Dijelaskannya Topeng (pertunjukan) Blantek (bebunyian rebana biang, rebana kotek) ini berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung (tempat barang) dan obor (alat penerangan). Topeng Blantek tumbuh di wilayah pinggiran dan banyak kaitannya dengan seni pertunjukan tradisional Betawi lainnya, seperti Topeng Betawi dan Lenong.

“Dilihat dari segi materi dan pemanfaatan seluruh waktu pertunjukan Topeng Blantek yang paling menonjol adalah dramanya dengan fokus dialog dan laku. Jika dari segi setting dihiasi dengan sundung dan obor serta diiringi tetabuhan musik rebana biang dan kotek,” jelasnya.


Oleh karena itu, Topeng Blantek ini “pada jamannya” selalu dipergunakan sebagai sarana penerangan yang cukup banyak disenangi masyarakat. Sebab, selain unsur hiburan yang dimainkan juga ada dialog yang terjadi dengan penonton dan pemain yang biasanya disampaikan oleh bodor (pelawak).

“Sehingga mudah disisipi dengan pesan-pesan dakwah, pendidikan, dan penerangan,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa pada masa lalu Topeng Blantek banyak membawakan lakon tradisi masyarakat pinggiran. Akan tetapi setelah tahun 1970 an lakon itu dilengkapi serta disisipi dengan pesan penerangan dan ternyata sangat bermanfaat.

Pada saat pemerintah sedang menggalakkan program BIMAS/INMAS, Keluarga Berencana, 8 (delapan) Tertib Hukum, dan tema-tema pembangunan lainnya, Topeng Blantek banyak berperan. Namun setelah banyaknya seni pertunjukan asing masuk, maka seni-seni diatas makin menghilang. Dan mulai tahun 70-an, diantara seni-seni diatas ditayangkan pada TVRI, mulailah dikenal kembali oleh masyarakat Betawi, serta menjadi akrab kembali.

Lebih-lebih Topeng Betawi dan Topeng Blantek yang disajikan diruang terbuka di halaman dengan arena terbentuk oleh kerumunan para penontonnya hingga merupakan lingkaran atau tapal kuda jika penonton menghadap ke layar tunggal. Dengan bentuk yang demikian, maka posisi pemain dan penonton tanpa batas selama pertunjukan berlangsung.

“Terkadang terjadi dialog antara para pemain dengan para penonton secara spontan dalam beberapa saat,” katanya serius. 

Pada dasarnya  Topeng Blantek dengan Topeng Betawi adalah sama. Perbedaannya terletak pada iringan musiknya. Topeng Betawi diiringi oleh musik Gamelan Topeng berbau gaya Sunda yang ditambah oleh iringan gesekan Rebab, sedangkan Topeng Blantek diiringi oleh Rebana Biang yang terdiri dari 3 buah Rebana (Biang, Ketok, Kotek).

“Topeng Blantek berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung dagangannya,” tambahnya menutup perbincangan.

Lagu “Tangsel CEMORE” Salah Satu Akar Budaya Bangsa



Deng en deng an sirih sampan berduri duri, Mandi kembang kembang melati, Di Tangerang Tangerang Selatan. Kampung dewek yang paling nyaman, Desa rapi alamnya asri, Kota dagang, Dari Ciputat BSD Alam Sutera sampe Pamulang.

Deng en deng an sirih sampan berduri duri, Mandi kembang kembang melati, Di Tangerang Tangerang Selatan. Kaya budaya ayo dipiara, Tionghoa campur Sunda Betawi Ora, Bagen bae nama lo Ahong Mamat Adang ato Cecep, Budaya dewek Cokek Lenong sampe Topeng Blantek.

Deng en deng an sirih sampan berduri duri, Mandi kembang kembang melati, Di Tangerang Tangerang Selatan. Nong Rogayah Teh Neneng ama Mey Hwa, Saya resep ama semua orang Indonesia, Kaya Budaya, Bhineka Tunggal Ika.

Kisah lagu “Tangsel CEMORE” diatas terinspirasi oleh lagu permainan anak-anak Betawi sekitar tahun 1970-an “Deng en dengan” dan lagu permainan anak-anak Sunda dari masa ke masa “Cang uncang angge” (karya anonym)” kata Dhian Widyawati sang pengarang lagu dengan penuh semangat kepada Tangsel Pos, (7/11), dikediamannya Jl. Manunggal V No. 10 RT. 001/05, Perigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Menurutnya lagu-lagu permainan anak tersebut dibuat arransemen baru. Dengan harapan agar lagu-lagu tua yang merupakan salah satu akar budaya tradisi bangsa, khususnya di Tangerang Selatan tetap terpelihara. Selain itu juga lagu tersebut juga telah diperbaharui dengan bahasa Betawi Ora yang mencerminkan kepribadian bahasa daerah masyarakat Tangerang Selatan.

“Bahasa Betawi ora adalah bahasa campuran yang harmonis dengan akulturasi budaya Cina, Betawi dan Sunda,” jelas Mpok Yupi (biasa dia dipanggil) yang sejak SD sudah hobi menggeluti dunia seni budaya. Terbukti telah banyak prestasi yang diraih, khususnya dunia sastra lisan maupun tulisan.

Diharapkan dengan ada lagu “Tangsel CEMORE” ini dapat menggugah kita semua sebagai warga masyarakat wilayah Kota Tangerang Selatan. Dengan demikian kita dapat terus memelihara dan menghayati tradisi seni budaya tradisional yang merupakan ciri khas dan Identitas sebuah bangsa.

Selain itu, Lagu “Tangsel CEMORE” ini adalah merupakan salah satu lagu yang dipentaskan oleh salah satu peserta perwakilan Lomba Lagu Daerah Tingkat Provinsi Banten Tahun 2014 beberapa waktu lalu.

“Dengan lagu daerah kita juga dapat menampilkan ciri khas tradisi dan budaya kepada masyarakat kita sendiri maupun masyarakat luar,” tegasnya.

Namun demikian melihat masih minimnya perhatian terhadap lagu daerah di tengah masyarakat yang menyebabkan kurangnya lagu-lagu daerah yang bisa di kenal oleh masyarakat itu sendiri. Dan bahkan di wilayah pendidikan dari mulai TK,SD,SMP,SMA juga perguruan tinggi. Dalam hal ini pemerintah masih terkesan belum berupaya untuk menghimpun dan menginventarisir lagu daerah.

“Padahal lagu daerah juga cukup strategis dalam memperkokoh persatuan dan kebersamaan,” tandasnya.

3 Budaya Jadi Satu Pada Gelar Budaya Lengkong



Gelar Budaya Hajat Kampung Lengkong dalam rangka Menyambut HUT Kota Tangsel ke 6, dengan tema “3 Budaya Jadi 1”, disambut meriah oleh masyarakatnya dan dihadiri beberapa perwakilan sanggar seni budaya serta perguruan silat Se Jabodetabek, termasuk tamu kehormatan Tubagus Ismet al Abbas, Zurriat  Sultan Banten pun hadir dan sekaligus menandatangani prasasti silaturahmi perguruan silat, belum lama ini, di Rumah Budaya Lengkong, Kampung Lengkong RT. 015 RW. 010, Lengkong Wetan, Serpong, Tangsel.

Tubagus Ismet  al Abbas, Zurriat Sultan Banten dalam kata sambutannya mengatakan bahwa seni budaya adalah jati diri bangsa dan harus terus dilestarikan serta dikembangkan, agar seni budaya masyarakat menjadi kuat. Karena bila lemah dan rapuh, akan mudah sekali seni budaya kita diambil bangsa lain.

“Seni budaya kita sangat kaya, seperti rampak beduk, hadrah, ngaji qur’an, silat, ondel-ondel, debus, gambang kromong, cokek, barongsai, sebagaimana yang ditampilkan di Rumah Budaya Langkong ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, Abah Ismet, beliau biasa disapa, mengajak kepada semua untuk bersama menjaga seni budaya tradisi kita, dengan terus disiram dan dipupuk. Sehingga generasi kita akan datang, dapat mengerti dan memahami serta menguasai seni budaya tradisi sendiri.

“Apalagi seni budaya bernafaskan Islam, yang sangat melekat di masyarakat Tangsel, Banten,” tegasnya.

Dikesempatan yang sama, Baim Gentar Alam, Panitia Gelar Budaya Lengkong mengatakan bahwa kegiatan ini telah berjalan selama 3 tahun dan sekarang tahun yang ke 4. Kali ini temanya sangat khusus “3 Budaya Jadi 1” artinya Budaya Cina, Betawi, Sunda yang sangat kental pada masyarakat Lengkong, Tangsel ini ditampilkan dalam satu event bersama. Hal itu tercermin dalam beberapa penampilan yang telah kami pentaskan.

“Selain itu, secara khusus kami mengundang 32 perguruan silat Se Jabodetabek untuk turut serta menunjukkan kebolehan masing-masing dalam menjalankan jurus silat perguruannya,” imbuhnya.