Minggu, 30 Agustus 2015

Seni Budaya Tradisi Islami Berkembang Sesuai Jaman

Dalam rangka pelestarian seni budaya tradisi Islami di Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bidang Sumber Daya Kebudayaan kembali menyelenggarakan Lomba Nasyid, Marawis, dan Qasidah Tingkat Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 pada tanggal 1-3 September 2015 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki. Peserta Lomba adalah Juara I, II, dan III pada pelaksanaan Lomba yang diselenggarakan oleh 6 (enam) Suku Dinas Kebudayaan di Provinsi DKI Jakarta. Sebagaimana penyelenggaraan lomba lainnya, sebelum pelaksanaan tentunya diadakan “technical meeting” dengan tujuan penyamaan persepsi antara panitia, dewan juri, dan peserta. “Sehingga nantinya diharapkan akan menghasilkan penyelenggaraan lomba sesuai dengan yang diharapkan bersama,” terang Asiantoro, Kabid. Sumber Daya Kebudayaan disela kegiatan “technical meeting” (27/08) di Gedung Serbaguna Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Jl. Kuningan Barat No. 2, Jakarta Selatan. Lomba tahun ini menghadirkan lomba Kaligrafi Islami serta dewan juri dari berbagai disiplin ilmu masing-masing, seperti kalangan asosiasi, praktisi, akademisi, awak media, dan artis. Yang diharapkan akan menghasilkan nilai yang berkualitas, karena seni budaya tradisi Islami berjalan mengikuti perkembangan jaman. “Sehingga menghasilkan nilai netral sesuai realita dan juara tersaring. Dengan demikian, keberhasilan ini adalah keberhasilan kita semua,” ungkapnya Turut hadir Rus Suharto, Kasi. Cagar Budaya, Sejarah dan Permuseuman, beserta jajarannya, Djafar, Ikatan Musik Marawis Indonesia, Yahya, Lembaga Seni Qasidah Indonesia, Ramdan, Asosiasi Nasyid Indonesia, Dewan Juri, perwakilan 6 (enam) Suku Dinas Kebudayaan di Provinsi DKI Jakarta, serta para peserta lomba. Dikesempatan yang sama, Djafar, Ikatan Musik Marawis Indonesia, salah satu Dewan Juri mengatakan bahwa penilaian juri sama dengan diwilayah kota masing-masing, bedanya jumlah juri di wilayah kota 3 (tiga) orang dan di provinsi 5 (lima) orang. Masing-masing juri punya penilaian, seperti dalam marawis misalnya nilai perkusi berjumlah (-50) dan (+80), vocal, harmonisasi, penghayatan sama dengan nilai perkusi, dan yang beda nilai penampilan (-50) dan (+70). “Peserta dinilai di mulai dari assalaamu’alaikum diakhiri sampai wa’alaikumsalam dengan durasi 10 menit 1 (satu) lagu sesuai lagu yang dipilih,” imbuhnya. (ziz)

Sabtu, 22 Agustus 2015

Pelaku Seni Tradisi Betawi Jakarta Selatan Gelar Simulasi Bahaya Terorisme

Azim pemuda yang sering bangun kesiangan pengen ikut kegiatan seminar, ditinggal ama temennya Buco yang langsung aja ngeloyor pergi ikut kegiatan pembekalan teroris di Walikota Jakarta Selatan. Mpok Neneng warga Kampung Petukangan kaget bukan kepalang ngedenger anak Bang Nasir kata orang-orang terlibat teroris dan ketangkep di luar negeri. Selain itu juga, Mpok neneng bingung, apa sih teroris? Langsung aja Azim nyamber lantas aja ngejelasin apa arti teroris,“teroris itu salah satu kelompok yang diem-diem bikin bom bunuh diri dan mati “sangit” eh mati syahid.” Sementara Buco yang ikut pembekalan malah bingung, karena dia tadi pagi di kegiatan pembekalan teroris cuman tugas moto doangan. Kong Dasik ama Bambang ngikut nimbrung. Mereka ngejelasin bahwa dulu di tahun 1968 mereka pernah “nimbrung” ama gerakan radikalisme di daerah Balaraja, Banten. Tiba-tiba aja kagak ada angin kaga ada ujan lantas aja Bang Nasir ama istrinya Mpok Nikmah “histeris” karena ngedenger dan ngeliat anaknya ketangkep sebagai teroris di Mesir. Bang Nasir bingung dan kaga abis pikir kalo anaknya terlibat teroris. Sebab, anaknya rajin banget sholat dan pinter ngaji. Oleh karena itu Bang Nasir menghimbau kepada masyarakat bahwa harus ati-ati ngurusin anak, jangan kaya anaknya yang tak disangka tak dinyana ternyata terlibat jaringan teroris. Demikian Ringkasan Cerita Lakon “Keluarga Teroris” yang disimulasikan disela kegiatan Fokus Grup Diskusi Anti Terorisme Bagi Pelaku Seni Tradisi Betawi, diselenggarakan oleh Kelompok Diskusi Pencegahan Terorisme Kota Administrasi Jakarta Selatan (21/08), di Sasana Krida Karang Taruna Kel. Petukangan Selatan, Jl. Kemajuan 27 A, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Nasir Mupid, Pimpinan Sanggar Seni Budaya Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena menjelaskan bahwa dengan kondisi kini, kami pelaku seni tradisi Betawi sangat merindukan pementasan. Oleh Karena itu kaitannya dengan kegiatan fokus grup diskusi bahaya terorisme kepada pelaku seni ini, kami sangat berharap untuk kedepan lebih intens lagi dan bahkan ada aksi nyata seperti misalnya pentas keliling mensosialisasikan bahaya terorisme kepada masyarakat secara langsung melalui pentas seni tradisi Betawi. Insya Allah ini merupakan suatu pekerjaan yang rutin buat kami, sehingga kami bisa lebih keras lagi lebih mengoptimalkan pemikiran ide kami, bagaimana mensosialisasikan tentang bahaya terorisme bagi masyarakat. “Apabila kami diberikan waktu lebih 10-15 menit dari waktu yang diberikan pada kegiatan ini, kami yakin akan mampu dan sanggup untuk mengaplikasikan sosialisasi bahaya teroris ditengah masyarakat melalui medium seni pertunjukan teater tradisi Betawi,” jelasnya. Dikesempatan yang sama Baher, Pelaku Seni Tradisi Betawi Lenong Bintang Timur mengatakan bahwa pencegahan bahaya terorisme itu sebetulnya sangatlah mudah dan gampang, bila semua elemen masyarakat termasuk pelaku seni tradisi Betawi didalamnya bersinergi dengan aparat pemerintah, TNI/Polri serta aparat berwenang lainnya melakukan tindakan preventif tentang bahaya teroris kepada masyarakat, terutama pelaku seni tradisi Betawi. Salah satu contoh untuk mengatasi hal tersebut, bagaimana kegiatan yang dilakukan pemerintah dengan pelaku seni tradisi Betawi dapat berkelanjutan dan diharapkan tidak berhenti sampai hari ini. “Dengan demikian kami kami berharap tidak salah langkah dan terhasut dengan propaganda yang gencar dilakukan oleh kelompok teroris. Apa jadinya nanti bila propaganda kelompok teroris sudah menjalar ke sendi-sendi budaya dan tradisi masyarakat,” harapnya. (ziz)

Selasa, 18 Agustus 2015

Pementasan Drama Kolosal Perjuangan “patung pak tani” Salah Satu Upaya Bangkitkan Rasa Nasionalisme Sebagai Anak Bangsa

Suatu pagi disebuah desa yang damai tampak para petani seperti hari-hari sebelumnya mulai bergegas menuju pengidupannya. Hamparan sawah, pegunungan biru, berselimut kabut dikejauhan mengiringi mereka bekerja menggarap sawah. Ada yang mencangkul, menyabit rumput, membersihkan tegalan, menebar benih padi, semua terasa aman tenteram “gemah ripah loh jinawi”. Suatu saat, ketenangan mereka terusik oleh kehadiran para penjajah yang membawa tahanan pribumi. Semua ketakutan, berusaha mencari perlindungan dibawah todongan senjata. Tak ada yang berani melawan, apalagi membebaskan para tawanan, suasana berubah mencekam. Dari kejauhan terdengar teriakan-teriakan. Rupanya para pejuang pembebasan tahanan yang dibawa. Para petani mencari perlindungan, bergabung dengan para pejuang sampai akhirnya terjadilah bentrokan. Banyak korban baik di pihak pejuang, petani, maupun penjajah. Tapi para pejuang berhasil memukul mundur para penjajah. Tahanan dibebaskan, petani dan pejuang menolong para korban yang terluka tembak. Terasa kesedihan. Ternyata penjajah bukannya kalah, tapi kembali membawa pasukan yang lebih banyak lagi. Peperangan sengit pun terjadi. Dari sekumpulan para pejuang, tampak seorang Ibu dan pemuda mencari perlindungan. Sang Ibu memberi semangat pada anaknya agar terus berjuang melawan para penjajah. Demikianlah penggalan narasi drama kolosal perjuangan tentang “patung pak tani” karya/sutradara Rik A Sakri dengan art/property Pauzi/Aziz yang dipentaskan pada Apel HUT RI ke 70 oleh siswa/I SMU 74 binaan Kodim dan Dewan Guru SMU 74 Jakarta Selatan, di lapangan Kantor Walikota Administrasi Jakarta Selatan, Jl. Prapanca Raya No. 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Menurut Rik A Sakri bahwa pementasan ini adalah atas prakarsa Kodim dan Dewan Guru SMA 74 Jakarta Selatan yang merupakan salah satu “menjalankan” pesan para pendahulu kita adalah untuk menjaga “ibu pertiwi” agar jangan sampai kita terjajah lagi. “Maksudnya kita harus punya rasa nasionalisme yang tinggi sebagai bangsa Indonesia,” jelasnya. Seperti misalnya kita merawat dan memelihara kelestarian peninggalan-peninggalan para pejuang. Dengan demikian kita sudah berbuat sesuatu bagi negeri ini. Jangan berpikir apa yang kita dapat dari negeri ini, tapi apa yang bisa kita berikan untuk negeri ini. “Kalau korupsi itu kebalikannya, justru itu mementingkan diri sendiri, tidak ada kebersamaan, tidak ada rasa nasionalisme,” ungkapnya. (ziz)

Sabtu, 15 Agustus 2015

Lenong Bintang Timur

Lakon Mat Codot Festival Bintaro Tahun 2015

Nyadran Tata Krama Nelayan Marunda Kepu Terhadap Laut

Masyarakat Marunda Kepu Masyarakat Nelayan Tangkap

"Masyarakat Marunda Kepu adalah rata-rata sebagai nelayan tangkap, bila kita lihat dari hasil tangkapannya yaitu rajungannya, kepitingnya, ikan kakapnya. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat sekitar marunda agar menjaga lingkungan laut secara baik dan menekan pencemaran laut. Terhadap pemerintah, nelayan marunda juga berharap agar UU Kelautan agar dapat dittinjau kembali penggunaannya, karena selama ini UU Kelautan tersebut terasa memberatkan para nelayan. Seperti misalnya bahwa nelayan tidak boleh menangkap kepiting dan rajungan yang sedang bertelur, dengan alasan terkait pengembang biakkan. Padahal hal itu sangatlah baik dan tidak memberatkan nelayan, apabila terkondisikan dengan baik dalam pelaksanaannya. Seperti harus digalakkan sosialisasi dan pembinaan dalam hal pengembangbiakkan hewan-hewan laut," Ungkap Suaeb Mahbub Pemuda Pelopor Kebaharian Kemenegpora RI.

Adat Tradisi dan Tata Krama Masyarakat Nelayan Marunda Kepu

"Allah menciptakan alam ini dengan berbagai macam makhluk yang nyata maupun yang tidak kelihatan atau yang disebut makhluk alam ghoib. Disetiap sudut, ruang Allah menciptakan makhluk-makhluk dengan jumlah jutaan bahkan trilyunan. Wallahua’lam bisshowab, hanya Allah yang mengetahui. Jadi nadran ini merupakan adat dan kebiasaan atau biasa disebut tata krama. Seperti itulah adat tradisi dan tata krama nelayan di Betawi yang sangat menghargai dan menghormati nilai-nilai budaya kearifan lokal," tandas Suaeb Mahbub Pemuda Pelopor Kebaharian Kemenegpora RI.

Acara Arung Budaya Nusantara 2015

Digelar di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 10 Agustus 2015 diharapkan mampu mengangkat potensi bahari di Indonesia.