Senin, 10 November 2014

Topeng Blantek Tangsel Asset Seni Budaya Nasional



Dalam seni pertunjukan rakyat, topeng atau kedok adalah alat penutup seluruh atau sebagian muka untuk merubah penampilan pelaku, agar dapat dianggap sesuai dengan yang diperankan. Seni pertunjukan topeng di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek) sudah biasa diselenggarakan pada masa sebelum agama Islam tersebar.

Hal itu terbukti dari informasi yang terdapat dalam naskah Sanghiyang Kanda(ng) Karesian Bertitimangsa 1440 Saka atau 1518 Masehi. Naskah tersebut ditemukan di Kebantenan, sekarang termasuk Kelurahan Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat. Data tertulis kemudian adalah karya Hardouin dan Ritter yang terbit pada tahun 1854 di Leiden, Belanda.

Sebagaimana dikemukakan dalam buku tersebut, tidak jauh berbeda dengan yang biasa kita lihat dalam pertunjukan topeng di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek) dewasa ini.

“Sebagaimana Topeng Blantek, teater tradisional Betawi ini merupakan asset dasar budaya nasional. Oleh karena itu kita tidak dapat berpaling dari kenyataan peradaban dunia bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki budaya tinggi,” kata Sabrawi, Pimpinan Topeng Blantek Tangerang Selatan, saat ditemui di tempat latihannya Kampung Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.

Sejak tahun 2000, telah banyak kegiatan yang diselenggarakan oleh Topeng Blantek pimpinan Sabrawi ini, khususnya bertujuan untuk membina, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan seni budaya tradisional diwilayah Tangerang Selatan. Diantara kegiatannya adalah latihan rutin seni budaya tradisional (musik, tari, sastra, teater, seni rupa) tiap hari Minggu.

“Telah banyak karya lakon yang dipentaskan, diantaranya lakon Jantuk Pengen Jadi Gubernur (event HUT Tangsel Pos), lakon Jampang Pengen Jadi Gubernur (Topeng Blantek 267 Junior, pada event Apresiasi Seni Pertunjukan Bagi Pelajar), Palang Pintu dan Silat Beksi (event HUT Provinsi Banten), lakon Perkawinan (event HUT Provinsi Banten),” ungkap lelaki berkumis tebal ini dengan penuh semangat..

Dijelaskannya Topeng (pertunjukan) Blantek (bebunyian rebana biang, rebana kotek) ini berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung (tempat barang) dan obor (alat penerangan). Topeng Blantek tumbuh di wilayah pinggiran dan banyak kaitannya dengan seni pertunjukan tradisional Betawi lainnya, seperti Topeng Betawi dan Lenong.

“Dilihat dari segi materi dan pemanfaatan seluruh waktu pertunjukan Topeng Blantek yang paling menonjol adalah dramanya dengan fokus dialog dan laku. Jika dari segi setting dihiasi dengan sundung dan obor serta diiringi tetabuhan musik rebana biang dan kotek,” jelasnya.


Oleh karena itu, Topeng Blantek ini “pada jamannya” selalu dipergunakan sebagai sarana penerangan yang cukup banyak disenangi masyarakat. Sebab, selain unsur hiburan yang dimainkan juga ada dialog yang terjadi dengan penonton dan pemain yang biasanya disampaikan oleh bodor (pelawak).

“Sehingga mudah disisipi dengan pesan-pesan dakwah, pendidikan, dan penerangan,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa pada masa lalu Topeng Blantek banyak membawakan lakon tradisi masyarakat pinggiran. Akan tetapi setelah tahun 1970 an lakon itu dilengkapi serta disisipi dengan pesan penerangan dan ternyata sangat bermanfaat.

Pada saat pemerintah sedang menggalakkan program BIMAS/INMAS, Keluarga Berencana, 8 (delapan) Tertib Hukum, dan tema-tema pembangunan lainnya, Topeng Blantek banyak berperan. Namun setelah banyaknya seni pertunjukan asing masuk, maka seni-seni diatas makin menghilang. Dan mulai tahun 70-an, diantara seni-seni diatas ditayangkan pada TVRI, mulailah dikenal kembali oleh masyarakat Betawi, serta menjadi akrab kembali.

Lebih-lebih Topeng Betawi dan Topeng Blantek yang disajikan diruang terbuka di halaman dengan arena terbentuk oleh kerumunan para penontonnya hingga merupakan lingkaran atau tapal kuda jika penonton menghadap ke layar tunggal. Dengan bentuk yang demikian, maka posisi pemain dan penonton tanpa batas selama pertunjukan berlangsung.

“Terkadang terjadi dialog antara para pemain dengan para penonton secara spontan dalam beberapa saat,” katanya serius. 

Pada dasarnya  Topeng Blantek dengan Topeng Betawi adalah sama. Perbedaannya terletak pada iringan musiknya. Topeng Betawi diiringi oleh musik Gamelan Topeng berbau gaya Sunda yang ditambah oleh iringan gesekan Rebab, sedangkan Topeng Blantek diiringi oleh Rebana Biang yang terdiri dari 3 buah Rebana (Biang, Ketok, Kotek).

“Topeng Blantek berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung dagangannya,” tambahnya menutup perbincangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar