Dalam seni pertunjukan rakyat,
topeng atau kedok adalah alat penutup seluruh atau sebagian muka untuk merubah
penampilan pelaku, agar dapat dianggap sesuai dengan yang diperankan. Seni
pertunjukan topeng di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek) sudah biasa
diselenggarakan pada masa sebelum agama Islam tersebar.
Hal itu terbukti dari informasi yang
terdapat dalam naskah Sanghiyang
Kanda(ng) Karesian Bertitimangsa 1440 Saka atau 1518 Masehi. Naskah
tersebut ditemukan di Kebantenan, sekarang termasuk Kelurahan Jatiasih, Bekasi,
Jawa Barat. Data tertulis kemudian adalah karya Hardouin dan Ritter yang terbit
pada tahun 1854 di Leiden, Belanda.
Sebagaimana dikemukakan dalam buku
tersebut, tidak jauh berbeda dengan yang biasa kita lihat dalam pertunjukan
topeng di wilayah budaya Betawi (Jabodetabek) dewasa ini.
“Sebagaimana Topeng Blantek, teater
tradisional Betawi ini merupakan asset dasar budaya nasional. Oleh karena itu
kita tidak dapat berpaling dari kenyataan peradaban dunia bahwa bangsa yang
maju adalah bangsa yang memiliki budaya tinggi,” kata Sabrawi, Pimpinan Topeng
Blantek Tangerang Selatan, saat ditemui di tempat latihannya Kampung Lengkong
Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.
Sejak tahun 2000, telah banyak
kegiatan yang diselenggarakan oleh Topeng Blantek pimpinan Sabrawi ini,
khususnya bertujuan untuk membina, mengembangkan, melestarikan, dan
memanfaatkan seni budaya tradisional diwilayah Tangerang Selatan. Diantara
kegiatannya adalah latihan rutin seni budaya tradisional (musik, tari, sastra,
teater, seni rupa) tiap hari Minggu.
“Telah banyak karya lakon yang
dipentaskan, diantaranya lakon Jantuk Pengen Jadi Gubernur (event HUT Tangsel
Pos), lakon Jampang Pengen Jadi Gubernur (Topeng Blantek 267 Junior, pada event
Apresiasi Seni Pertunjukan Bagi Pelajar), Palang Pintu dan Silat Beksi (event
HUT Provinsi Banten), lakon Perkawinan (event HUT Provinsi Banten),” ungkap
lelaki berkumis tebal ini dengan penuh semangat..
Dijelaskannya Topeng (pertunjukan)
Blantek (bebunyian rebana biang, rebana kotek) ini berkembang dan disebar
luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi dan
dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung (tempat barang) dan
obor (alat penerangan). Topeng Blantek tumbuh di wilayah pinggiran dan banyak
kaitannya dengan seni pertunjukan tradisional Betawi lainnya, seperti Topeng
Betawi dan Lenong.
“Dilihat dari segi materi dan
pemanfaatan seluruh waktu pertunjukan Topeng Blantek yang paling menonjol
adalah dramanya dengan fokus dialog dan laku. Jika dari segi setting dihiasi
dengan sundung dan obor serta diiringi tetabuhan musik rebana biang dan kotek,”
jelasnya.
Oleh karena itu, Topeng Blantek ini
“pada jamannya” selalu dipergunakan sebagai sarana penerangan yang cukup banyak
disenangi masyarakat. Sebab, selain unsur hiburan yang dimainkan juga ada
dialog yang terjadi dengan penonton dan pemain yang biasanya disampaikan oleh
bodor (pelawak).
“Sehingga mudah disisipi dengan
pesan-pesan dakwah, pendidikan, dan penerangan,” tegasnya, seraya menambahkan
bahwa pada masa lalu Topeng Blantek banyak membawakan lakon tradisi masyarakat
pinggiran. Akan tetapi setelah tahun 1970 an lakon itu dilengkapi serta
disisipi dengan pesan penerangan dan ternyata sangat bermanfaat.
Pada saat pemerintah sedang
menggalakkan program BIMAS/INMAS, Keluarga Berencana, 8 (delapan) Tertib Hukum,
dan tema-tema pembangunan lainnya, Topeng Blantek banyak berperan. Namun
setelah banyaknya seni pertunjukan asing masuk, maka seni-seni diatas makin
menghilang. Dan mulai tahun 70-an, diantara seni-seni diatas ditayangkan pada
TVRI, mulailah dikenal kembali oleh masyarakat Betawi, serta menjadi akrab
kembali.
Lebih-lebih Topeng Betawi dan Topeng
Blantek yang disajikan diruang terbuka di halaman dengan arena terbentuk oleh
kerumunan para penontonnya hingga merupakan lingkaran atau tapal kuda jika
penonton menghadap ke layar tunggal. Dengan bentuk yang demikian, maka posisi
pemain dan penonton tanpa batas selama pertunjukan berlangsung.
“Terkadang terjadi dialog antara
para pemain dengan para penonton secara spontan dalam beberapa saat,” katanya
serius.
Pada dasarnya Topeng Blantek
dengan Topeng Betawi adalah sama. Perbedaannya terletak pada iringan musiknya.
Topeng Betawi diiringi oleh musik Gamelan Topeng berbau gaya Sunda yang
ditambah oleh iringan gesekan Rebab, sedangkan Topeng Blantek diiringi oleh
Rebana Biang yang terdiri dari 3 buah Rebana (Biang, Ketok, Kotek).
“Topeng Blantek berkembang dan
disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi
dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung dagangannya,”
tambahnya menutup perbincangan.